Beberapa waktu setelah kepergian Milta ...seorang sahabat, Mbak Danti menasehatiku lewat sms “jangan dikenang sambil nangis ya An, kenanglah dia sambil tersenyum. Bukankah disepanjang kebersamaan kalian lebih banyak dihabiskan dalam kegembiraan”. Betul Mbak, aku memang harus adil pada diriku sendiri, berhenti menangisi dia walaupun itu sangat sulit. Di sepanjang 2 tahun 9 bulan kehidupannya “hanya” 19 hari dihabiskannya dengan terbaring di rumah sakit selebihnya hari-hari kami lalui penuh kegembiraan dan gelak tawa.
Memenuhi janjiku padamu sahabat, baiklah aku ingin sekali membagi cerita lucu dulu sekali saat dia berumur 2 tahun 3 bulan dan ayah masih berdinas di Kalimantan Barat. Malam itu kakak mengaduh aduh kakinya bengkak, sebenernya udah dari kemarin jalannya agak pincang. Dikira cuma sakit biasa jadi didiamkan saja, ternyata hari kedua malah bengkak dan pincangnya lebih parah. Pas ditanya baru ngaku kalo disekolah nginjek pecahan lantai keramik. Sudah pasti ketlusupen pikirku.
Langsung, kusuruh tengkurep biar telapak kakinya gampang diliat, diraba sedikit aja langsung jerit-jeritan, asli ini tanda-tanda ketlusupen. Kuambil jarum sama lilin sekalian alcohol, betadin, kapas, dan cutton bud, aksi akan segera dimulai. Dedek ikut sibuk liat kakaknya jerit jerit, dengan sok tua ikut menenangkan kakaknya “jangan nangis yaaa, diem yaaa, cuuup” dengan suara cadelnya. Aku sampek kepingkel pingkel, dedek ikut senyum, kakak lanjuuut nangisnya.
“Ampun mi, ampun mi, ampuuuun” (weeeh teriakan kakak kok mengharu biru begini ya, gak enak sama tetangga nanti dikira lagi dipukuli). Tusukan pertama dan kedua gagal gak nemu pecahan keramiknya, sementara air mata kakak udah banjir menganak sungai. “Janji kak, yang ketiga ini pasti dapet” sambil kupegang keras kaki kakak yang mulai mau kabur. Ndilalah pas tusukan ketiga ditambah sedikit odet-odet keluarlah serpihan keramik yang dua hari ini jadi duri dalam daging kakak.
“Ini dia biang keroknya” kakak langsung bangun pengen liat pecahan keramik yang aku tunjukin. Dedek Milta endut juga ikut ikutan antusias melongok longok. “Itu apa” tanyanya sibuk (batinnya dari tadi ribut-ribut cuman nyari barang kayak begini doang). Abis liat durinya kakak disuruh tengkurep lagi, mau dialkoholin dulu baru di Betadin. Begitu di usap alcohol langsung maknyosss, jerit jeritan lagi sambil nangis. Dedek yang kaget langsung duduk di pangkuanku, kali ini kakak bangun mau kabur ketika dia lihat aku ambil betadin. Dedeknya yang lagi dipangku lagi-lagi mbujuk kakaknya “Minyum yaa, manis deh” matanya liatin kakak sambil kepalanya ngangguk ngangguk. Kakaknya brenti nangis “ Dedeeeek itu betadin bukan obat batuk”. Gemes, Milta mengira betadin akan aku minumin ke kakaknya. Biasanya kalo Milta minum obat pasti bujuknya gini “minum yaa, manis deh”. Eeeh dia ikut-ikutan cuman kali ini salah sasaran. Akhirnya kita tertawa bertiga, kaka lupa sama sakitnya.
sepotong kenangan September 2009
No comments:
Post a Comment