Embak Dodol!
Sebagai working mom tentunya saya sama dengan
ibu-ibu bekerja pada umumnya yang amat
sangat ketergantungan dengan yang namanya embak or asisten or pembantu rumah
tangga. Sudah tak terhitung lagi embak-embak yang silih berganti keluar masuk
Rumah Maret, ada yang dalam bilangan 5 tahun, 3 tahun namun ada juga yang cuma dua
bulan. Dari sisi status juga macem-macem, ada yang sudah ganda campuran
(maksudku udah bersuami) ada yang belum menikah tapi udah punya anak, ada yang
memang masih ting-ting (asli informasi yang ndak penting). Mulai dari Ratmi, Karti,
Siti, Kokom, Ina, Sarni, Eni, dan Yuni.
Embak juga
manusia! Barangkali berangkat dari istilah yang diinspirasi oleh Candil
Seuriues ini agaknya lebih pas buat mengawali tuturku ini. Tak lebih tak
kurang, ini cuma tentang kisah-kisah lucu para embak dengan tempat kejadian
perkara di sekitaran Rumah Maret.
Kisah lucu
pertama tentang Ratmi, suatu malam tepat pukul 1 malam mati lampu dan karena
baru beberapa menit mati semua belum ada yang menyadari, tiba-tiba pintu
kamarku diketok-ketok oleh Ratmi, “Bu, gimana ini saya bangun tidur semua jadi
gelap, mata saya kenapa ini Bu??”.
Aku yang baru
menyadari mati lampu langsung buka pintu “ini mati lampu Mi, saya juga gelap
semua orang juga gak bisa liat apa-apa kalo gelap gini”. Ratmi bergumam tak
jelas, dan tanpa dosa berlalu ke kamarnya kembali tidur (oalaaah mimpiku jadi terputus).
Kisah lucu berikutnya
tentang mbak Ina , PRT yang masih imut banget asal Sukabumi (baru lulus SMP dan
belum pernah merantau). Melihat wajah polosnya aku langsung jatuh cinta,
feelingku mengatakan kalau si embak ini akan bisa jadi partner bermainnya
Syifa. Dan benar saja, semangat bermainnya luar biasa sampai –sampai aku pernah
ditegur tetangga gara-gara ketika suatu sore Syifa dan anak-anak tetangga main
kubangan, dia malah ikutan nemenin, asik
kodek-kodek air kotor itu pake kakinya (waduh).
Masih tentang
Mbak Ina, suatu pagi aku menyuruhnya beli nasi uduk, “bawa sepeda Na biar cepet”
kataku. Setelah 20 menitan kutunggu2 gak muncul-muncul akhirnya aku
berinisiatif menjemputnya. Dari ujung jalan kulihat Ina lagi menuntun sepeda dengan
santainya.
Me : Na, kok sepedanya
dituntun, kempes ya?
Ina : Saya nggak bisa
naik sepeda bu, jadi dituntun.
Me : @#$%^!@#% (oalaaah, lha
mbok ngomong tho nduk nduk)
No comments:
Post a Comment