16 March 2013

Menipu Kesedihan





Kupersembahkan tulisanku ini untuk bunda-bunda penuh kasih 
yang pernah kehilangan buah hatinya.


Hari ini ditepat tiga tahun yang lalu, aku diberi pelajaran teramat mahal oleh-Nya, bahwa setiap tarikan nafas itu begitu berharganya, bahwa pada sebagian orang setiap detik hidupnya harus diperjuangkan dengan berat. Yang aku inginkan saat itu adalah memangkunya, memeluknya, mungkin itu bisa membantunya melewati sakitnya sakaratul maut, tapi saat itu raganya tak lagi mungkin kupeluk apalagi kupangku karena terlalu banyak peralatan medis yang menempel di tubuhnya, dan itu membuat kesakitan tersendiri pada sisa umurku terus dan terus.
Teman-teman yang datang melawat menghiburku, bahwa waktu yang akan membantu menyembuhkan kesakitan itu, bahwa waktu juga yang akan membantu melupakan setiap detil kejadian itu, bahwa ini adalah yang terbaik bagi Azmilta-ku, bahwa aku pasti akan mendapatkan ganti yang lebih baik, bahwa aku pasti bisa melewati semuanya. Amin, ya Allah.
Dan kata-kata itu adalah doa, ganti lebih baik itu bernama Afkar Syafee (susah payah aku mengatakan “ganti” karena dihatiku Milta tak pernah tergantikan), maka aku memilih menamainya “Syafee” yang artinya “yang menyembuhkan”, ya karena Afkar Syafee adalah penyembuh bagi keluarga kami.
Ada banyak cara melewatkan dan melupakan kesedihan, dan aku mau sharing disini mungkin diluar sana ada bunda-bunda dengan hati penuh kasih yang mengalami nasib yang serupa denganku dan tak kunjung bisa melalui kesedihannya seperti aku dulu. Maafkan bila ternyata nasehatku ini terdengar basi tapi setidaknya bacalah, mungkin bisa melerai rasa yang tak bisa dilukiskan itu:
1.    Selalu ingatlah bahwa dia pergi ketempat yang lebih baik
Adakah tempat yang lebih baik dari surga? Inilah pointnya, anak-anak yang meninggal sebelum aqil baligh terbebas dari hisab (perhitungan) dan tak perlu kita khawatirkan karena dia dijamin masuk surga, yang perlu kita sedihkan sebenarnya adalah diri kita sendiri, bagaimana kita melewatkan kesedihan dan melalui kesepian sepeninggalnya.

2.    Berbaik sangkalah kepada-Nya
Idealnya memang kita harus selalu berbaik sangka pada kondisi apapun, ini bunyi Hadist yang saat itu terasa menamparku:
Akulah Allah, tiada Tuhan melainkan Aku. Siapa saja yang tidak sabar menerima cobaan dari-Ku, tidak bersyukur atas nikmat-Ku dan tidak ridha dengan ketentuan-Ku, maka bertuhanlah kepada Tuhan selain Aku” (Hadist ini diriwayatkan oleh At-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir melalui Abu Hind Al-Dari)

3.    Jangan bersedih berlebihan hingga meratap-ratap, berusaha keraslah untuk ikhlas.
Boleh bersedih tapi tidak berlebihan, Rasulullah SAW sendiri sangat sedih atas kematian putranya, namun kesedihan itu tidak boleh berlebihan hingga meratap, berikut hadistnya:
Dalam suatu hadits dijelaskan: Anas ra berkata: Ketika Rasulullah saw masuk melihat Ibrahim (puteranya) yang sedang menghembuskan nafasnya yang terakhir, maka kedua mata Rasulullah saw bertinang-linang ketika ia wafat, sehingga tampak air mata mengalir di muka beliau. Abdurrahman bin Auf berkata: “Engkau demikianjuga ya Rasulullah?”. Jawab Nabi: “Sesungguhnya ini sebagai tanda rahmat dan belas kasihan”, Lalu beliaubersabda: “Mata berlinang dan hati merasa sedih, tapi kami tidak berkata kecuali yang diridhai Tuhan dan kami sungguh berduka cita karena berpisah denganmu hai Ibrahim (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

4.    Selalu ingat bahwa kelahiran dan kematian sudah dituliskan bahkan sejak sebelum manusia itu lahir
Hari ketiga Milta pergi, Syifa (kakaknya Milta) yang sering melihatku menangis diam-diam, pernah bilang padaku:
“Mi, dari buku cerita yang kubaca, ibu2 yang ditinggal mati anaknya kebanyakan menjadi gila, umi jangan gila ya?”
Lalu pada kesempatan lain dia juga bilang:
“Mi, di buku ini dibilang kalau bagi orang Cina anak kecil yang meninggal adalah aib, karena dianggap ibunya tidak bisa mengurusnya”

Benar sekali, pada awal-awal Milta divonis leukemia aku mau tak mau merunut kebelakang, apa saja yang pernah kuberikan dan kulakukan hingga penyakit ini menimpa bidadari kecilku.

Adakalanya kita menyalahkan diri sendiri karena kematian buah hati kita, dan itu terjadi juga padaku hingga hari ini, tapi aku selalu mengingatkan diriku sendiri bahwa kematian adalah bagian dari takdir sedangkan penyebab mungkin berhubungan dengan amal ibadah kita (mungkin).

5.    Lebih mendekat pada-Nya
Takut sekali aku menuliskan ini, karena ini masalah pribadi sekali dan akan jatuh ke sikap riya, jadi intinya hati harus selalu bersandar pada-Nya karena pada kondisi kesedihan yang mendalam ini, hati kita yang kecewa akan diombang-ambingkan syetan lantas kita jadi bertanya-tanya “kenapa aku dikasih cobaan seberat ini? Apa salahku? Kenapa bukan orang-orang durjana diluaran sana yang dapat cobaan seperti ini?” Ini tiga pertanyaan yang biasa muncul dan hati-hatilah setan akan memberikan jawaban terbaiknya supaya kita berbalik membenci Allah karena tega memberi cobaan demikian berat. Naudzubillah.

6.    Berusaha untuk selalu sibuk, jangan turuti kata hati untuk melamun dan mengenangnya
Tahun pertama setelah kepergian Milta-ku adalah tahun terberat, setiap saat air mata mengalir begitu saja tak mengenal waktu dan tempat. Waktu itu aku melewatkan hari-hari dengan membaca-baca novel yang sekiranya bisa menasehati hatiku, cukup membantu memang tapi kesedihan yang luar biasa lagi-lagi tak pernah bisa  terhindarkan.

Dan memang mata kita ini tidak dirancang untuk menangis berlebihan, mungkin karena keseringan menangis, aku mengalami kedutan hingga berbulan-bulan tak berhenti2 (lelah rasanya) dan dokter bilang ini masalah psikologis yang nantinya akan sembuh sendiri. Disitu aku mengambil pelajaran bahwa aku memang harus benar2 menghentikan air mata ini, untuk kesehatanku dan juga kesehatan Afkar Syafee di dalam kandunganku saat itu. Ngeri aku membayangkan jika aku tak segera “move on” akan banyak penyakit psikologis yang menghinggapiku. Naudzubillah.

7.    Singkirkan barang-barang apapun yang berhubungan dengan buah hati semasa hidupnya
Ini terdengar kejam tapi penting sekali dilakukan, karena barang-barang kesayangan si kecil yang tidak segera disingkirkan akan membuat keharuan yang tak habis-habis. Mainannya, baju-bajunya, peralatan makannya, botol susunya, sepatu dan sendal lucunya, coretan2nya di dinding, foto-fotonya semuanya harus kita hilangkan dari penglihatan kita (setidaknya untuk sementara waktu), atau kita berikan ke orang lain akan jauh lebih bermanfaat.

Waktu itu, setiap ziarah ke makamnya aku membawakan mainan kesayangannya lalu aku letakkan di pusaranya, ayah menasehatiku bahwa mainan Milta di surga jauh lebih bagus dan takutnya perbuatanku itu jatuh pada kesyirikan. Saat itu aku membela diri bahwa ini hanya caraku untuk mengungkapkan sayangku padanya, bahwa aku tak pernah melupakannya, tak lebih. Tapi tetap ayah melarangku.

8.    Tata ulang rumah atau jika perlu pindah rumah
Ini penting juga dilakukan terutama jika kita memang tipe orang yang sentimentil. Satu tahun pertama kulewatkan di rumah duka dan tahun kedua kami memutuskan pindah rumah.

Bagaimana mungkin kenangan itu akan terhapus jika benda-benda disekeliling kita seakan berlomba-lomba untuk mengingatkan kita akan kenangan pada buah hati. Dan bahkan hanya sekedar melihat gorden yang tersingkap sedikit saja air mata ini menderas karena teringat gorden itu sering disingkap Milta ketika mengintip kepulanganku bekerja disore hari. Di rumah lama kesedihan selalu menemukan momennya, dan itu yang ingin aku hindari.

Di sisi lain selalu ada kesedihan mendalam ketika kita mendatangi tempat yang dulu sering kita datangi bersamanya. Seperti Lapangan masjid Nurul Islam tempat dia main naik turun tangga, seperti halaman Puskesmas Malaka Jaya tempat dia biasa main bola. Bahkan aku harus merubah rute perjalanan ke kantor karena melewati tempat praktek Prof. Sri Redjeki (Dokter yang memberikan second opinion). Demi sebuah kesehatan jiwa tentunya.

9.    Jika hati belum kuat, jangan bicarakan apapun tentang buah hati yang pergi
Kurangi dulu membicarakannya, karena membicarakan berarti mengenang, dan mengenang berarti air mata lagi.

10. Pandai-pandailah menghibur diri
Ada banyak cara melupakan kesedihan meskipun tak pernah benar-benar lupa minimal bisa kita kurangi. Di tahun kedua aku berkenalan dengan dunia baking and cooking (Mbak Cicilia thanks a lot!, njenengan memang bukan tinta bagi kebahagiaanku tapi telah menjadi sebagian penghapus bagi kesedihanku).
Dan ini amat sangat membantuku untuk sibuk dan sibuk.
Di tengah malam ketika mata ini tak mau terpejam dan ingatan tentang bidadariku terus berputar-putar di kepala maka aku langsung bangkit dan melakukan kesibukan, entah baking entah ngeblog atau aktivistas lainnya.

Beruntung disiang hari aku bekerja jadi tak ada waktu untuk melamun. Alhamdulilah banyak cara untuk melewatkan kesedihan bunda, dan move on!, bukankah hidup harus terus berjalan.


                            Dini hari, 16 Maret 2013 (titip rindu untukmu bidadari kecil!)

No comments:

Post a Comment